Contoh Karya Tulis Ilmiah: Essay
Menjadikan ZISWAF Sebagai Lokomotif Perekonomian Indonesia
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia diklaim Bank Indonesia (BI) mengalami kenaikan pesat, yaitu
dengan kenaikan 5,6% selama 2 tahun terakhir. Di sisi lain klaim itu justru
tidak menjadikan rakyat Indonesia makmur, melainkan kesenjangan antar setiap
daerah masih terjadi, kemiskinan bertambah dan indeks pembangunan sumber daya
manusia masih rendah. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan
tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karna kefakiran. Karna itu
seperti sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati kekufuran. Yusuf
Qardhawi menyatakan bahwa kemiskinan sebagai salah satu penyebab munculnya
permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber penghasilan. Akan tetapi permasalahan ini mampu dijawab dengan kemunculannya
berbagai alternatif gagasan Ekonomi Syariah sebagai solusinya. Menurut perspektif
keagamaan, kemiskinan dapat diminimalisir dengan adanya dukungan orang yang
surplus harta kepada mereka yang defisit harta. Salah satunya dengan
memanfaatkan ZISWAF (zakat, infak,
sedekah dan wakaf). Karena salah satu yang menunjang
kesejahteraan hidup di akhirat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi. Ini
merupakan seperangkat alternatif untuk mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan. Dengan melakukan optimalisasi terhadap pengelolaannya,
ZISWAF berpotensi menjadi lokomotif perekonomian Indonesia untuk berkembang
menuju arah positif. Gagasan ini dianggap mampu
menjadi lilin ditengah gelapnya persoalan kesenjangan ekonomi Indonesia saat
ini.
ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf) merupakan instrumen
distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam. Keempat instrumen tersebut
hanya zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, namun ketiga yang lainnya
menjadi sarana berderma terhadap sesama muslim. Terkait
dengan pemanfaatan harta bagi seorang muslim, al-Qur’an mengisyaratkan dengan
tiga prinsip utama yang salah satunya adalah implementasi ZISWAF dan mekanismenya
pada tataran negara merupakan obligatory system bukan voluntary
system. Sehingga ZISWAF tidak hanya bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi
juga sebagai kewajiban berhubungan baik terhadap sesama manusia yang jika
dioptimalkan dengan baik akan mengentaskan kemiskinan.
Potensi penggalian dana ZISWAF (Zakat, Infaq,
Shodaqoh dan Wakaf) di kalangan umat Islam di Indonesia memang tidak bisa
dianggap remeh. Dalam kurun 10 tahun terakhir, kemunculan lembaga-lembaga
pengelola dan penyalur ZISWAF di Indonesia hampir menjelma menjadi semacam
persaingan bisnis baru. Faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunculan
lembaga-lembaga pengelola ZISWAF memang cukup kompleks. Di samping pertumbuhan
ekonomi yang cukup signifikan dan kesadaran beragama kelompok Muslim kelas
menengah ke atas, pengelolaan dana ZISWAF di Indonesia masih tergolong
tradisional.
Potensi zakat yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan peluang bagi
terwujudnya kesejahteraan. Namun ini akan sulit tercapai jika masyarakat tidak
diberikan pengertian agar tercipta pemahaman yang lebih baik tentang
kemiskinan, zakat dan penggunannya. Selain itu peran pemerintah dalam merespons
perkembangan kesadaran berzakat sebagai bagian dari upaya memperkuat ekonomi
Indonesia perlu ditingkatkan dengan mewujudkan visi bersama antar pemerintah
dan amil zakat. Hal ini perlu dilakukan agar agenda pemberdayaan dan
pengentasan kemiskinan dapat berjalan secara sinergi serta berupaya melibatkan
lembaga keuangan agar tercipta satu kesatuan yang utuh dalam mengoptimalkan zakat
sebagai jaminan sosial di masyarakat.
Berbicara mengenai zakat dan Indonesia, Zakat memiliki peran dalam
memastikan adanya aliran pendapatan dan kekayaan dari kelompok kaya kepada
kelompok miskin. Dengan skema pendayagunaan yang tepat, zakat dapat membantu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik dalam pemenuhan kebutuhan
primer, maupun dalam peningkatan daya tahan perekonomian kaum dhuafa apabila
dana zakat digunakan dalam program-program pemberdayaan yang bersifat
produktif.
Menurut Akram Khan, zakat dikelola dengan baik bila zakat bukan
langsung dibagikan terus habis tetapi dikembangkan dengan memunculkan lapangan
pekerjaan baru sehingga masyarakat miskin bisa bekerja dan hasilnya bisa
berkembang yang tujuannya jugauntuk kesejahteraan mereka dan zakat juga
sebagaialat fiskal yang membahas masalah transfer zakat dan wajib dalam ekonomi
islam.
Sementara itu, berinfak dan bersedekah merupakan sarana yang tepat
untuk menciptakan masyarakat yang peduli akan ikatan solidaritas sosial, karena
pada dasarnya setiap manusia adalah makhluk sosial dan harus menyadari bahwa ia
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya begitu juga sebaliknya karena ia
tidak mungkin mampu menyukupi kebutuhannya sendiri. Infak dan sedekah
non-materiil berupa keahlian bagi individu, maupun kelompok atau perusahaan
dapat diberikan melalui mekanisme pemberdayaan bagi usaha mikro melalui
kerjasama, pelatihan dan ketrampilan. Kerjasama yang dapat dilakukan perusahaan
misalnya indofood, Carefour, Indomaret dan lain sebagainya dapat dilakukan
dengan memberdayakan usaha mikro sebagai pemasok bahan mentah atau bahkan bahan
jadi dengan kualifikasi yang telah sesuai dengan kualitas produk perusahaan
tersebut. Untuk itu, kerjasama juga harus ditindaklanjuti dengan pelatihan dan
pengawasan secara berkesinambungan. Melalui sedekah pemberdayaan ini,
perkembangan perusahaan-perusahaan besar tidak mematikan usaha kecil bahkan
sebaliknya perkembangan yang dialamai oleh perusahaan besar, dapat menumbuhkan
serta mendorong perkembangan usaha kecil, sehingga meningkatkan penyerapan
tenaga kerja dan meminimalisir pengangguran. Serta menciptakan pemerataan dalam
distribusi pendapatan yang pada akhirnya menciptakan kesejahteraan di
masyarakat.
Demikian pula halnya dengan infak, sedekah dan wakaf, yang jika
dioptimalkan keberadaannya akan mendorong peningkatan produktivitas
perekonomian, sekaligus bisa menjadi alternatif dana nasional untuk recovery
pasca bencana alam, sehingga dapat mengurangi beban APBN. Secara sosial,
instrumen ZISWAF ini akan memperkuat kesetiakawanan dan kebersaman sosial antar
komponen masyarakat, sehingga kecemburuan dan konflik sosial dapat
diminimalisir.
Zakat dan infaq berperan penting dalam menyediakan Jaring Pengaman
Sosial (JPS) serta menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar bagi masyarakat
miskin, mengurangi kesenjangan, mendorong berputarnya roda perekonomian, serta
mendorong pemanfaatan dana idle untuk digunakan secara produktif. Sedangkan
wakaf mampu mendukung pembangunan nasional melalui pemberdayaan ekonomi
masyarakat serta peningkatan investasi dan kesejahteraan di bidang keagamaan,
pendidikan, dan layanan sosial.
Satu hal yang terkendala adalah ketika paradigma umumnya masyarakat
tentang wakaf hanya sekedar wakaf keagamaan bukan wakaf pemberdayaan, sehingga
harta wakaf hanya terkonsentrai pada aset statis. Sehingga perlu ada upaya
pemahaman yang terintegrasi dalam kolaborasi baik pemerintah, akademisi, tokoh
masyarakat maupun pihak lain dalam sosialisasi wakaf sebagai wahana
pemberdayaan sosial ekonomi umat yang sangat strategis dalam upaya distribusi
kekayaan dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini tidak lain karena pada dasarnya
jika dilihat dari substansi ajaran wakaf terletak pada nilai kemanfaatan harta
wakaf semakin menjadi jaminan agar harta tersebut tidak berkurang. Bahkan
sebaliknya, harta wakaf dapat berkembang jika dikelola dengan baik dan
memberikan kemanfaatan yang lebih luas sesuai dengan peranannya sebagai
instrumen distribusi.
Selain itu, Potensi harta wakaf yang dimiliki oleh bangsa Indonesia cukup besar.
Namun dibutuhkan langkah yang strategis untuk dilakukan dengan mendata ulang
seluruh harta wakaf yang memiliki potensi untuk diberdayakan. Pemberdayaan
dapat dilakukan dengan melihat kebermanfaatan dan keberlangsungan harta wakaf
tersebut. Misalnya wakaf dalam bentuk sekolah/ madrasah yang tidak terkelola
dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitas sistem pengajarannya sehingga
diharapkan mampu menghasilkan anak didik (SDM) yang berkualitas. Selain pengoptimalan dana maupun harta wakaf
yang sudah ada, maka perlu upaya berikutnya yakni menstimulus warna umat Islam Indonesia
lainnya untuk berwakaf. Terutama bagi mereka yang mempunyai harta berlebih
seperti pengusaha, jutawan,miliarder dan bahkan orang-orang terkaya di
Indonesia yang memiliki banyak perusahaan, didorong agar mau mewakafkan
sebagian saham perusahaan dan kekayaannya untuk kemanfaatan umat.
Wakaf juga dapat membantu masyarakat baik di pedesaan maupun
perkotaan untuk terhindar dari jeratan rentenir melalui sebuah lembaga bentukan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diberi nama Bank Wakaf Mikro. Data Pusat
Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukan potensi zakat di
Indonesia mencapai Rp217 triliun per tahun. Namun, saat ini yang terkumpul baru
sekitar 0,2% atau Rp6 triliun pertahun. Begitu pula halnya dengan wakaf,
berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI), hingga Maret 2016 luas tanah
wakaf mencapai 4,36 miliar meter persegi tersebar di 435.768 lokasi. Tanah
tersebut dapat dikembangkan secara lebih produktif. Selain itu, terdapat
potensi wakaf uang berkisar 2 sampai 3 triliun rupiah pertahun.
Pemanfaatan wakaf produktif juga diterapkan pada Masjid Namira
Lamongan. Pada tanah seluas 27.000 m2, pembangunan masjid Namira
dilakukan tanpa ada campur tangan pemerintah yakni dibangun oleh orang asli
Lamongan dengan memanfaatkan tanah wakaf. Bangunan masjid terbagi menjadi dua
bangunan. Bangunan pertama digunakan untuk taman pendidikan al-Qur’an,
sedangkan bangunan kedua digunakan sebagai tempat salat dan pengajian.
Fasilitas di masjid Namira
tidak hanya sebatas sarana beribadah saja. Karena di masjid ini juga berdiri
toko dan koperasi yang nanti laba dari hasil penjualannya akan masuk ke saldo
masjid. Tetapi uniknya saldo masjid Namira selalu kosong. Padahal ada banyak
juga jamaah maupun donatur yang datang dan bersedekah. Sedangkan pengurus
masjid mengaku bangga jika saldonya 0, karna menurut prinsipnya saldo masjid
nol rupiah pertanda pengurus masjid kreatif untuk selalu punya program bagi
jamaah masjid. Salah satunya dengan mengadakan program gerakan salat berjamaah
dapat beasiswa. Program yang merangsang anak agar rajin salat berjamaah.
Sehingga uang sedekah jamaah harus kembali ke jamaah, tidak didiamkan dan
menumpuk di kotak infaq.
Tidak diragukan lagi, visi masjid Namira sendiri sebagai pusat
penyatuan umat dalam ibadah, dakwah, pendidikan dan manajemen menuju masyarakat
madani. Sedangkan misinya adalah mengembangkan ibadah dan dakwah, mengembangkan
pendidikan ahlakul karimah, mengembangkan manajemen masjid, dan mengembangkan
fasilitas dan sarana-prasarana. Sementara moto masjid adalah ikhlas dalam
melayani umat dan profesional. Jadi, apakah tertarik mengelola masjid seperti
sistem masjid Namira?
Diketahui pula bahwa banyak dana donasi yang bersifat filantropi sangat bermanfaat untuk kemanusiaan. Berapa banyak bantuan yang disalurkan lewat lembaga-lembaga sosial dan kemanusiaan untuk penduduk di belahan dunia lain yang sedang mengalami derita, baik karena bencana alam ataupun karena konflik yang berkepanjangan. Salah satu contohnya yaitu bantuan sejumlah 2 Miliar dikirimkan ke Palestina selama bulan Ramdhan pada tahun lalu. Melalui dompet Dhuafa juga, pada bulan april 2017 dikirimkan bantuan kemanusiaan untuk 1400 pengungsi Somalia yang sumberdananya adalah dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf). Dan pada tanggal 5 Agustus kemarin, dompet Duafa mengirimkan tim spesialis kesehatan yang berasal dari Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) dan membantu menyisir korban gempa pada wilayah terparah di Lombok.
Penyaluran dana ZISWAF dari LAZISMU (Lembaga Zakat Infaq dan
Shadaqah Muhammadiyah) yang diperuntukkan bagi kaum Fakir dan Miskin dengan spesifik program UKM (Unit
Keuangan Mikro) maupun BMW (Bina Mandiri Wirausaha). LAZISMU memberikan bantuan modal usaha,
baik berupa alat produksi (rombong usaha), pinjaman lunak tanpa bunga serta
pembinaan di wilayah spiritualitas. Bagi para binaan LAZISMU yang awalnya belum
memiliki lapangan usaha yang menetap, merasa sangat tertolong dengan adanya
bantuan produktif tersebut. Dari sini menunjukkan upaya yang optimal dilakukan
oleh LAZISMU dalam memberdayakan binaan untuk kesejahteraan ekonomi mereka.
Sehingga distribusi dana ZISWAF tersebut mampu menjadi kail dalam memenuhi
kebuthan hidup para mustahik.
Sehingga, jika dikalkulasikan dengan sesuai alokasi dana penerimaan
dana ZISWAF LAZISMU yang 100% disalurkan untuk mustahik, maka dari porsi 100%
tersebut jika pos untuk Fakir miskin (40%, termasuk untuk program pemberdayaan
melalui UKM BMW), sementara untuk Fii Sabilillah, Ibnu Sabil dan Amil berkisar
kurang lebih 20%. Sedangkan porsi untuk khusus program pemberdayaan ekoonomi
umat melalui UKM BMW dari total alokasi 40% berkisar 20%-an. Sementara dengan
beragam usaha yang dibina oleh LAZISMU baik berupa penjual kaki lima, penjual
di pasar dan sebagainya merupakan ragam uapaya program pemberdayaan ekonomi
umat oleh LAZISMU.
Terkait dana
ZISWAF, per Oktober 2017 LAZISMU telah menghimpun lebih dari Rp 600 miliar dana
dari donasi masyarakat, nilai ini tumbuh signifikan dari tahun lalu yang
sebesar Rp 404,6 miliar. Penghimpunan dana terbesar yaitu dana kurban
sebanyak Rp 550 miliar, dan dana zakat saat Ramadhan sebanyak Rp 78,6 miliar.
Sedangkan dana kemanusiaan untuk bantuan etnis Rohingya tercatat terkumpul
sebanyak Rp 20 miliar dalam waktu sebulan. Hingga saat ini LAZISMU masih
menerima donasi untuk Rohingya. Selain itu juga tercatat peningkatan zakat tahun ini mencapai 94,8
Milyar yang di donasikan oleh para mustahiq kepada dompet Dhuafa pada tahun
ini.
Dengan nominal yang tidak terbatas tersebut, maka sangat mungkin
jika potensi dana filantropi masyarakat Indonesia ini digunakan untuk
kesejahteraan masyarakat. Bentuk donasi tersebut dapat terserap dengan baik
pada kantong-kantong humanitas seperti bantuan untuk orang miskin yang makin
hari makin meningkat, bantuan untuk infrastruktur pendidikan, pembangunan
infrastruktur kesehatan yang tentu akan membawa manfaat multiplier yang
tinggi sehingga menjadi dana filantropi yang produktif, dan masih banyak lagi kemungkinan
pemanfaatannya. .
Oleh sebab itu, Indonesia masih memiliki kekayaan lain selain
sumber daya alam. Sumber daya yang tidak akan mudah diambil dan di eksploitasi
oleh Negara lain. Sumber daya yang memiliki nilai sosial dan kemanusiaan
tinggi, serta membawa goal (manfaat) menuju perekonomian yang baik pula. Nama
sumber daya itu adalah kerendahan hati dan sikap dermawan umat melalui Zakat,
Infaq, Shadaqah, dan Wakaf.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Hendri Hermawan; Sartika, Mila. 2018. Konsep
Implementasi Sistem Ekonomi Islam.Semarang: Syiar Media Publishing.
Aji, Noviyanto. (2017). Cara Kelola Masjid Namira Di Lamongan yang Bikin Takjub. Nusantara.news: https://nusantara.news/cara-kelola-masjid-namira -di-lamongan-yang-bikin-takjub/. Diakses tanggal 15 Agustus 2018.
Masyrafina, Idealisa. (2017). LazisMu Dorong Sosialisasi Ziswaf Digital. Repu-blika.co.id: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/17/10 /09/oxj66n335-lazismu-dorong-sosialisasi-ziswaf-digital. Diakses tanggal 17 Agustus 2018.
Safwan, Idris 1997. Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi
Umat Pende-katan Transformatif. Cet. I; Jakarta: Citra Putra Bangsa.
Setiyowati, Arin. 2018. Analisis Peranan Pengelolaan Dana Ziswaf Oleh Civil Society Da-lam
Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal
Masharif al-Sya-riah. Vol.2. No.1. Univer-sitas Muhammadiyah Surabaya.
Sumadi. 2010. Optimalisasi Potensi Dana Zakat, Infaq, Sadaqah Dalam Peme-rataan Ekonomi Di Kabupaten
Sukoharjo. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Vol 1. No. 2. STIE-AAS Surakarta.
Qardhawi, Yusuf. 2005. Spektrum Zakat Membangun Ekonomi Kerakyatan,
alih bahasa Sari Narulita. Jakarta:
Zikrul Hakim.
Komentar
Posting Komentar